First Contact

Polisi Menembak Polisi
itu salah satu judul tema Komentar salah sebuah terbitan (Media Indonesia Minggu 18 Maret 2007)
Ya kasus ditembaknya atasan oleh anak buahnya sendiri yang dipicu SK Mutasi bagaimanapun juga sangat mengguncang kalangan kepolisian, bagaikan tercoreng muka sendiri. Akan tetapi sebenarnya disadari atau tidak soal coreng moreng ini sudah menjadi rahasia umum. Bahwa lembaga kepolisian sudah "terbiasa dicoreng " memang itu faktanya, dan kasihan sekali lembaga ini karena tidak bisa menuntut pihak yang mencorengnya seperti halnya yang biasa dilakukan kaum selebritis karena ternyata yang mencorengnya ini adalah anggota kepolisian itu sendiri.
itu salah satu judul tema Komentar salah sebuah terbitan (Media Indonesia Minggu 18 Maret 2007)
Ya kasus ditembaknya atasan oleh anak buahnya sendiri yang dipicu SK Mutasi bagaimanapun juga sangat mengguncang kalangan kepolisian, bagaikan tercoreng muka sendiri. Akan tetapi sebenarnya disadari atau tidak soal coreng moreng ini sudah menjadi rahasia umum. Bahwa lembaga kepolisian sudah "terbiasa dicoreng " memang itu faktanya, dan kasihan sekali lembaga ini karena tidak bisa menuntut pihak yang mencorengnya seperti halnya yang biasa dilakukan kaum selebritis karena ternyata yang mencorengnya ini adalah anggota kepolisian itu sendiri.
Saya tidak mau bicara berapa prosen yang telah mencoreng dan berapa prosen yang selalu rajin mengelapnya lagi supaya tetap bersih. Yang jelas saya yakin dan selalu berharap masih ada golongan "Mr Clean" di kepolisian. Akan tetapi fenomena 'Bad Cop' yang sering kali menjadi tema film hollywood juga disadari masih cukup dominan. Ini menunjukan sangat rawannya posisi dan kondisi lembaga kepolisian dimanapun adanya, jadi kita tidak berbicara kondisi di negara ini saja.
Tapi ada baiknya kita lihat fakta hasil survei Universitas Gajah Mada yang bekerja sama dengan Bank Dunia.(tahun 2004)
Fakta kesatu : Survei membuktikan dari 1920 responden di 32 kabupaten/kota 36% responden menilai mereka terpaksa membayar suap untuk pelayanan umum yang mendasar seperti pembuatan SKCK (surat Keterangan Catatan Kepolisian) atau yang dulu disebut SKKB.
Fakta kedua Dalam pembuatan SIM, the Governance and Decentralization Indonesia (GDSI) menemukan bahwa dari biaya resmi rata-rata Rp 81.641,- ternyata masayarakat harus mengeluarkan rata-rata Rp 176 ribu malah kadang-kadang melambung sampai Rp 300 ribu.
Fakta Ketiga Survei GDS Indonesia tahun 2005 menunjukan 49% responden menilai tidak ada pelayanan kepolisian yang meningkat, padahal disetiap kantor polisi ada tulisan :
Kami Siap Melayani Anda.
Mungkin karena itulah maka masyarakat umum dan khususnya saya selalu menghindar berurusan dengan lembaga ini. Bahkan kondisi ini sadar-ataupun tidak selalu berusaha ditanamkan para ibu dengan menakut-nakuti anaknya yang lagi menangis dengan perkataan " Jangan nangis terus, awas nanti ada Polisi".
Sedangkan aku untuk penulisan surat tilang aja tidak kurang dari 10 menit sendiri baru selesai, ada apakah ini.....Aku tidak mau berburuk sangka, pertanyaan-pertanyaan di awal sebelum penulisan surat tilang itu adalah suatau "kesempatan" untuk menyelesaikan masalah secara "kekeluargaan" atau bukan, faktanya dari sisi waktu untuk penulisan surat tilang bagi kedua sopir truk tadi sebagaimana cepatnyapun tidak akan mampu dilakukan dalam waktu dua menit apalagi sambil asyik berbicara dengan keduanya.
Yang jelas mudah-mudahan ini adalah urusan yang pertama dan terakhir dengan lembaga kepolisian mengenai masalah pelanggaran. Untuk selanjutnya cukup masalah pengurusan SIM/STNK sajalah aku berinteraksi dengan bapak-bapak, biar tidak ada perasaan aneh yang tiba-tiba datang. Ah sudahlah kata orang Diam bisa berarti emas, tapi bisa juga berarti gemas.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home