Berikan Aku 5 Milyar (IDR), Akan Kuturunkan Harga Beras
Low Cost Carrier itu strategi bisnis yang dikembangkan Tony Fernandes untuk Air Asia
Dalam 5 tahun sudah berhasil menjembatani transportasi udara antara Malaysia, Thailand, Indonesia, Singapore, Cambodia, Vietnam, dan Philipines. Diluar konteks seringnya terjadi kecelakaan udara yang sekarang menjadi trend maskapai udara kita secara bergilir layaknya sedang bermain arisan, starategi low cost carrier yang juga diimplementasikan perusahaan kita inilah yang banyak dituding menjadi penyebabnya (meskipun kasus Garuda nampaknya sedikit banyak berhasil menghapus tuduhan ini), yang jelas strategi ini merupakan terobosan yang sangat cerdas untuk menembus kebuntuan pricing yang telah sangat lama sekali menjadi momok yang menjerat dunia penerbangan.
Dalam 5 tahun sudah berhasil menjembatani transportasi udara antara Malaysia, Thailand, Indonesia, Singapore, Cambodia, Vietnam, dan Philipines. Diluar konteks seringnya terjadi kecelakaan udara yang sekarang menjadi trend maskapai udara kita secara bergilir layaknya sedang bermain arisan, starategi low cost carrier yang juga diimplementasikan perusahaan kita inilah yang banyak dituding menjadi penyebabnya (meskipun kasus Garuda nampaknya sedikit banyak berhasil menghapus tuduhan ini), yang jelas strategi ini merupakan terobosan yang sangat cerdas untuk menembus kebuntuan pricing yang telah sangat lama sekali menjadi momok yang menjerat dunia penerbangan.
Dengan sedikit modifikasi low cost carrier ini di ubah menjadi low cost call di dunia telekomunikasi dan berhasil juga menurunkan pricing yang tinggi yang selama ini dinikmati Operator GSM. Munculnya Flexi dengan limited mobilitynya dan Fren yang full mobility juga menandakan era baru dunia telekomunikasi Indonesia.
Dan bagaimana kalau strategi Tony Fernandes ini di terapkan untuk komoditi beras yang notabene sudah sekian puluh tahun berusaha diatur pemerintah dengan bulognya untuk menstabilkan dan meredam gejolak di masyarakat luas? Sayang sekali lebih banyak gagalnya dari pada berhasil.
Kalau nonton teve beberapa waktu lalu harga beras bisa tembus 7-8 ribu per kilogram di banyak daerah, belum lagi daerah seperti Irian sulit dibayangkan.
Dan reaksi bulog yang terdengar (soalnya gak ikutan nyaksiin sich) cuma operasi pasar yang kadang malah berpotensi jadi ricuh dan menguntungkan segelintir orang.
Kemarin sore ngobrol sama juragan beras ternyata banyak informasi yang kudapat dan memberikan setitik sinar (entah terang atau remang2, dari hitung2an agak detail waalah……
Ternyata selama ini besar sekali “keuntungan”/”kebocoran” yang diambil dalam proses distribusi dan pengolahan(penyimpanan) setelah lepas dari tangan petani (pasca gabah kering panen). Untuk kasus di subang Harga Gabah Kering Panen (GKP)jenis Ciherang Rp 3.700 dijual dengan harga beras normal (HBN) Rp 5.900 berarti selisih dalam proses distribusi/pengolahan 28,5%. Di Grobogan GKP Rp 2.400 dan HBN Rp 4.950 berarti selisih 38% di Jember GKP Rp 2.500 dan HBN Rp 4.700 berarti selisih 42,2%, sungguh bisnis yang kacau untuk barang sepenting beras dan selama ini pemerintah tidak bisa berbuat banyak, kasian deh para birokrat.
Ada pikiran nyeleneh yang mungkin agak gila, bila ada seseorang memberikanku uang 5,3 M (IDR) maka setelah dihitung dengan konsep “low cost rice” ternyata akan dapat menstabilkan harga beras di wilayah dengan radius 50 kilometer atau setara dengan kestabilan harga beras penduduk sejumlah 100.000 KK dengan koefisien 30%.
Ada pikiran nyeleneh yang mungkin agak gila, bila ada seseorang memberikanku uang 5,3 M (IDR) maka setelah dihitung dengan konsep “low cost rice” ternyata akan dapat menstabilkan harga beras di wilayah dengan radius 50 kilometer atau setara dengan kestabilan harga beras penduduk sejumlah 100.000 KK dengan koefisien 30%.
Tentu saja dengan bantuan Database, internet, SMSC server kecil2an dan SMS buat update database itu semua sudah cukup buat control, efisiensi dan distribution order bisnis “low cost rice”.
Dengan komponen distribusi transport untuk jarak 100 km (2 kali), Biaya Gudang, biaya angkut/bongkar/muat, sewa outlet di beberapa titik pasar tradisional, gaji karyawan maka ternyata biaya perkilogram hanya mencapai Rp 518 tentu saja biaya sebesar ini dengan perhitungan gabah kering panen yang diolah seharga +/- Rp 5,3 M .
Dan dengan factor penyusutan 5% serta laba tidak terlalu besar cukup 5% maka untuk daerah Subang pada contoh diatas dapat dijual beras (HBN) Rp 4.650, Grobogan Rp. 3.400, dan Jember Rp3.000 untuk varietas Ciherang. Ini jelas bukan sekeradar operasi pasar yang hanya tentative sifatnya tapi berlangsung sepanjang hari dan sepanjang tahun.
Bagaimana……???
Bagaimana……???
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home