Rumah Kakek
Rumah Kakek memang kuno, konon katanya dibangun saat jaman Belanda. Minggu lalu Kakek meninggal dunia tapi baru sekarang aku dan adikku bisa menyusul Ayah ke rumah Kakek di kampung karena harus sekolah. Oh ya.. namaku Thorik sekarang sudah kelas 5 SD sedangkan adikku Rafi baru kelas 3 SD. ”Ayah rumah Kakek besar sekali ya”, kataku pagi itu pada Ayah.
”Begitulah nak, rumah ini dulu dibangun Kakek sebagai seorang paling kaya di daerah ini. Rumah ini terkenal, bukan saja karena dulu merupakan rumah yang paling besar melainkan juga karena kisahnya yang menarik”jawab Ayah. ”Ah masa sih rumah ini ada ceritanya, Ayah kok nggak pernah bilang sebelumnya”, sela Adikku. ”Iya Yah ayo dong ceritakan mengenai rumah ini”.
”Baiklah anak-anak saat itu tahun 1948 beberapa tahun setelah penjajah Jepang menyerah pada pasukan Sekutu”, demikian Ayah mulai bercerita, ”Bangsa kita masih saja menderita, karena Belanda mau menjajah lagi Indonesia. Kata Kakek dulu daerah ini merupakan markas perlawanan pejuang melawan Belanda, bahkan rumah ini sering dipakai para pejuang kita untuk menyusun strategi penyerangan”, lanjut Ayah.
”Suatu hari terjadi pertempuran, suara senapan silih berganti berbunyi, rupanya Belanda datang menyerang. Tidak berapa lama terdengar pesawat terbang rendah kemudian Kakek membawa seluruh keluarga pergi ke tempat persembunyian sedangkan dia sendiri lalu ikut bertempur dengan para pejuang. Setelah pertempuran selesai dan musuh dipukul mundur semua pejuang melihat rumah ini sudah rata dengan tanah rupanya terkena bom yang dijatuhkan dari pesawat. Akan tetapi ajaib keluarga Kakek selamat ditempat pesembunyian yang ada dibawah rumah ini, setelah perang selesai rumah ini lalu dibangun kembali”, sejenak Ayah berhenti bercerita. ”Kejadian kedua saat ada pemberontakan DI/TII. Kakek dimusuhi pemberontak karena setia pada Indonesia, lalu mereka berusaha menangkapnya. Akan tetapi Kakek selamat karena bersembunyi diruang bawah tanah, nah begitulah kisahnya rumah ini telah menjadi penyelamat keluarga kita” kata Ayah mengahiri ceritanya.
”Yah kalau begitu ayo kita lihat ruangan tersebut” seru Rafi dengan semangatnya. ”Sayang sekali, saat kejadian itu Ayah belum lahir, baik Kakek atau pun Nenek tidak pernah menunjukkan ruang bawah tanah itu kepada Ayah, jadi Ayah tidak tahu apakah ruang bawah tanah itu masih ada ataukah sudah tidak ada” jelas Ayah kepada kami. ”Wah... coba kalau kita bisa menemukan ruangan itu pasti asyik buat bermain” ujar Rafi menyesali.
Tidak terasa hari sudah siang, setelah makan aku pamit pada Ibu untuk bermain tidak lupa kuajak Rafi, ”Mau main kemana sih Kak” tanya Rafi. ”Ssst Kakak masih penasaran sama cerita Ayah mengenai rahasia rumah ini, ayo kita cari ruangan bawah tanahnya”. ”Ayo Kak tapi nyarinya dimana”, lanjutnya. ”Ah sudahlah jangan cerewet ayo kita cari dari arah luar rumah dulu”, kataku. Dimulai dari halaman depan kami mulai pencarian, tidak ada sudut yang kami lewati, termasuk pohon-pohon yang sudah tua disekitar rumahpun kami panjat. Setelah halaman rumah kami periksa kemudian aku ajak adik memeriksa di dalam rumah.
”Kak lihat ada yang aneh”, kata Rafi ketika kami memeriksa dapur. ”Apanya yang aneh ”, kataku heran. ”Lihat perapian tua tempat masak itu”. Aku lalu mendekati perapian yang ditunjukkan Adik. Perapian tua ini sudah lama tidak dipakai, ada tiga buah lobang tempat memasak pada perapian. Aku lihat dari depan terus kebelakang kayaknya biasa saja, tidak ada yang aneh. ”Apanya yang aneh Dik”, kataku memecah kesunyian. ”Itu Kak lobang memasak yang ditengah kayaknya terlalu besar untuk memasak”. ”Benar juga, kamu memang teliti dik coba kakak periksa” kataku.
Lubang itu memang besar lebarnya setengah meter dengan tinggi satu meter, kondisinya juga bersih. Aku periksa dinding sebelah dalam perapian tidak ada apa-apa, tiba-tiba tangan ku menyentuh sesuatu yang menyerupai tongkat. Aku coba tarik keatas, tidak bergerak lalu kutekan kebawah. Tiba-tiba lantai bawah perapian itu bergerak. ”gggeeerrrrssskk” serta merta aku loncat kebelakang karena kagetnya. Sejenak kami membisu sambil memandangi perapian yang sekarang berlobang. Tapi kuberanikan diri memeriksanya ternyata ada tangga ke bawah. ”Ayo dik kita masuk”ajakku. ”Tapi bawa senter ya kak” sahut adik.”Sekalian juga lilin serta koreknya jangan lupa dik” seruku.
Dengan penerangan senter akhirnya kami menuruni tangga. Cukup dalam juga tangga ini membawa kami ke bawah, ketika menginjak tangga terakhir tiba-tiba pintu diatas menutup. ”Bagaimana ini” adik berseru ketakutan. ”Tenang dik jangan khawatir nanti kita cari cara untuk membukanya, sekarang ayo kita periksa ruangan ini”, selaku menenangkan. Dengan bantuan senter lalu kami mulai memeriksa ruangan, ada sinar terang di pojok sebelah kiri rupanya lubang udara dan tampaknya tembus ke dalam sumur belakang rumah. Ternyata banyak barang tersimpan di ruang bawah tanah. Ada meja kursi yang sudah tua, keramik beraneka bentuk, bahkan banyak juga terdapat senjata jaman dulu seperti tombak, pedang dan keris semuanya masih terawat, rupanya Kakek sering kebawah sini untuk membersihkannya.
Tidak terasa waktu berlalu cahaya dari lubang udara sudah lenyap. Lilin pun dinyalakan lalu kami berusaha mencari kembali cara untuk membuka pintu keluar. ”Kak, aku haus dan lapar nih” kata Adikku. ”Iya Kakak juga capek, ayo kita istirahat dulu. Disana ada keran tampaknya airnya bersih mungkin bisa kita minum Dik”. Setelah itu kami istirahat, tiba-tiba terdengar suara sayup-sayup ”Anak-anak kemana sih mainnya Yah ini kan sudah larut malam coba kita cari ke tetangga sebelah”, terdengar suara Ibu sambil terisak. ”Iya bu barusan Ayah sudah minta bantuan Pak RT untuk mencari”, terdengar suara Ayah. ”Sekarang Ibu tunggu dulu dirumah Ayah akan mencari lagi”.
Serta merta aku berteriak beberapa kali ”Ibu... Thorik dan Rafi ada dibawah”. Akan tetapi tidak terdengar jawaban rupanya suara kami tidak terdengar diatas. Karena lelah tidak terasa kami berdua tertidur. Entah berapa lama kami tertidur ketika bangun lilin sudah habis akan tetapi cahaya dari lobang angin menerobos masuk rupanya hari sudah pagi. Terdengar suara tangisan Ibu,”Anak-anakku, bermain dimana kalian, Ibu baru saja kehilangan Kakek jangan sampai juga kehilangan kalian anakku”, tenggorokanku tercekat mendengarnya, aku menahan tangis. Lalu semangat baru muncul dalam diriku, Aku bangunkan Adik ”Ayo dik kita mulai lagi cari jalan keluar, coba kita perhatikan apa ada hal yang terlewat kemarin”. Sejenak Kami memandang keseluruhan ruangan dengan lebih teliti.
Tiba-tiba mataku melihat sesuatu yang janggal di deretan keris. Keris-keris itu menyender ke dinding akan tetapi ada satu diantara barisan keris yang berdiri tegak. Dengan cepat kupegang keris yang berdiri tegak itu, lalu kugerakan kebawah..”gggeeerrrrssskk” dan pintu diatas tanggapun bergerak. ”Dik ayo kita keluar”seruku. Kami berdua bergegas menaiki tangga. ”Ayah, Ibu ini Rafi” teriak Adiku begitu berhasil keluar. ”Anak-anaku sudah pulang!!!” seru Ibuku. ”Darimana saja kalian”,kata Ayah. ”Kami kemarin berhasil menemukan ruang bawah tanah itu Yah tapi terjebak didalamnya?”, kemudian secara bergantian kami menceritakan petualangan kemarin, Ayah dan Ibu mendengarkan penuh perhatian. Akhirnya Ayah berkata ”Anak-anak lain kali kalau mau melakukan sesuatu pikirkan dulu bahayanya dan beritahu Ayah dan Ibumu ya!”. Setelah kejadian itu ruang bawah tanah tetap kami rahasiakan sebagai rahasia keluarga kami.
Dari : Petualangan Anakku